Kamis, 23 Juli 2009

Sudiyanto Mihardja Camat Pasar Minggu Sering Mengonsumsi Bulgur

Mudah-mudahan Tokoh-tokoh yang saya tampilkan di blog ini bisa menjadi contoh buat kita semua..


Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian. Pepatah ini terasa pas menggambarkan sisi lain masa lalu Sudiyanto Mihardja, Camat Pasarminggu, Jakarta Selatan. Ya, putra asli Betawi kelahiran 5 November 1955 ini memang tidak pernah membayangkan akan menjadi seorang camat. Betapa tidak, latarbelakang keluarga yang terbilang sangat sederhana dirasakan tidak mumpuni untuk membuat dirinya menduduki jabatan sebagai pamong.

Bahkan, Sudiyanto mengaku saat itu, tepatnya tahun 1967-an, ia sering mengonsumsi bulgur (campuran gandum, singkong, dan beras) sebagai sarapan pagi dan makan malam. Kondisi ini memang tak mengherankan. Sebab, di era tahun 1965-1967, seluruh bangsa Indonesia memang sedang prihatin. Perekonomian nasional belum tertata dengan baik, nilai rupiah anjlok, kesempatan kerja juga masih terbatas, dan masyarakat belum memperhatikan pentingnya jenjang pendidikan. Karena itu, tak heran jika pria lulusan SMA Muhammadiyah 8 Ciputat angkatan tahun 1975 ini tak pernah berpikir untuk menjadi seorang pegawai pemerintah.

"Memang kondisi saat itu lagi susah. Banyak warga yang makan bulgur juga. Bulgur itu rasanya panas. Katanya, kalau kebanyakan bisa buat perut meledak," seloroh Sudiyanto.

Kendati demikian, Sudiyanto tidak larut dalam kondisi itu. Dia tetap bersemangat untuk berkarya mengabdikan diri kepada nusa dan bangsa. Hal ini terbukti kesediannya menjadi salah satu staf di Kelurahan Bintaro sekitar tahun 1976 tanpa status kepegawaian yang jelas. Sebab, kala itu, yang menyandang status pegawai negeri sipil (PNS) hanya lurah dan wakil lurah saja.

Pengabdian Sudiyanto ternyata tidak sia-sia. Setahun kemudian, tepatnya tahun 1977, ia diangkat menjadi pegawai honor daerah. Hal ini karena ada penyesuaian yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1974 yang mensyaratkan setiap staf kelurahan harus berpendidikan minimal SMA. Penyesuaian ini, salah satunya juga berkat hasil kajian Kuliah Kerja Nyata (KKN) Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang magang di Kelurahan Bintaro. "Waktu itu, hasil KKN mahasiswa UI itu dilansir sejumlah media massa. Isinya banyak pegawai kelurahan yang belum punya status kepegawaian. Kemudian ada penyesuaian berdasarkan PP itu," kenangnya.

Perjalanan karir pria yang sejatinya bercita-cita menjadi guru ini terus berjalan mulus. Betapa tidak, status pengawai honor daerah itu hanya ia jalani selama satu tahun. Sebab, pada bulan Maret 1978, ia resmi diangkat menjadi PNS dengan Golongan I B. Ia pegang jabatan sebagai Kepala Urusan (Kaur) Pemerintahan (Sekarang disebut Kepala Subseksi Bidang Pemerintahan).

Meski telah menyandang status PNS dan mendapat jabatan, Sudiyanto ternyata tidak lekas berpuas diri dan sombong. Ia pun melanjutkan kuliah di Universitas Buya Hamka dengan mengambil Fakultas Hukum. Sayangnya, kuliahnya berhenti di tengah jalan sekitar tahun 1980-an. Namun, ia tak patah semangat. Pada tahun 1983, ia kembali kuliah di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) dengan mengambil Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dan akhirnya pada tahun 1989, putra petani ini menyandang gelar sarjana. Hal ini sangat menggembirakan, apalagi setahun sebelum wisuda dirinya telah naik jabatan menjadi Sekretaris Kelurahan (Sekkel) di Kelurahan Pondokpinang.

Seiring perjalanan waktu, karir Sudiyanto pun terus melesat bak anak panah yang lepas dari busurnya. Di tahun 1992, Sudiyanto diangkat sebagai Pelaksana Harian (Plh) Lurah Pondokpinang hingga akhirnya pada tahun 1994 dirinya resmi menjadi Lurah Pondokpinang. Salah satu ujian berat saat ia memangku jabatan sebagai lurah, yakni munculnya kasus adanya paksaan terhadap dirinya untuk menandatangani surat pernyataan yang menyatakan tanah seluas 6.700 meter persegi tidak sebagai tanah sengketa. Namun permintaan itu ditolaknya dengan tegas.

"Saat itu utusan dari orang yang ingin menjual tanah datang ke kantor kelurahan menemui saya. Utusan tadi meminta saya untuk tidak ikut campur soal status tanah itu, sambil menunjukkan surat perintah dari atasannya. Tapi, semua itu tidak saya layani walaupun saya tahu resiko yang bakal ditanggung saya dan keluarga sangat besar," kenang pria penerima penghargaan masa kerja 15 tahun dan 20 tahun dari Pemprov DKI ini.

Kinerja yang pantang menyerah dan tidak kenal kompromi tersebut ternyata membuahkan hasil yang mulus dalam karirnya sebagai PNS. Tahun 2001, ia menjadi Sekretaris Kecamatan Tebet. Kemudian tahun 2003, menjadi Wakil Camat Pasarminggu hingga akhirnya menjadi Camat Pasarminggu tahun 2008 hingga sekarang.

"Peran keluarga sangat besar dalam hidup saya. Bahkan, keluarga tidak hanya mendukung karir saya, tapi juga memberi masukan terhadap persoalan-persoalan yang tengah dihadapi. Karena itu, saya pun memberi keleluasaan kepada anak dan istri saya untuk bergaul dengan masyarakat maupun dengan kader PKK untuk menyerap informasi sebesar-besarnya dari masyarakat. Dari situ biasanya timbul ide-ide positif yang sangat berguna bagi saya dalam memimpin masyarakat di Kecamatan Pasarminggu," kata bapak tiga anak hasil pernikahannya dengan Ny Yayah ini.

Source:beritajakarta

0 komentar:

Posting Komentar


ShoutMix chat widget
CO.CC:Free Domain

Free File Hosting

  © Blogger template PingooIgloo by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP